Kacaunya Timbangan Prioritas Umat

Selasa, 16 Maret 2010

Apabila kita memperhatikan kondisi masyarakat Islam secara umum dalam berbagai sisinya -- baik dari segi material maupun spiritual, dari segi pemikiran, sosial, ekonomi, politik ataupun yang lainnya -- maka kita akan menemukan bahwa timbangan prioritas pada umat ini sudah tidak seimbang lagi, bahkan kacau. Tengoklah sejenak kondisi negeri-negeri muslim dan masyarakatnya, di mana kita dapat menemukan begitu banyak paradoks dan sikap yang tidak jelas standar pijakannya.


Lihatlah bagaimana bagaimana kaum muslimin dan pemerintah negeri-negeri Islam begitu memprioritaskan perkara-perkara yang berkenaan dengan dunia seni dan hiburan dibandingkan persoalan-persoalan yang menyangkut pendidikan dan keilmuan.

Dalam aktivitas pemudanya kita menemukan bahwa perhatian terhadap olahraga lebih diutamakan atas olah akal pikiran, sehingga makna pembinaan remaja itu lebih berat kepada pembinaan sisi jasmaniah mereka semata dan bukan pada sisi yang lainnya. Lalu, apakah manusia itu hanya badan saja, akal pikiran saja, ataukah jiwa saja?

Setiap saat, tiada perbincangan yang terjadi kecuali didominasi oleh perbincangan di seputar bintang sepak bola yang dipamerkan untuk dijual. Harga pemain ini semakin meninggi bila ada tawar-menawar antara beberapa klub sepak bola, sehingga mencapai sekian dollar.

Jarang sekali mereka yang mengikuti perkembangan dunia olahraga, memberi perhatian pada olah raga yang bermanfaat bagi manusia dalam kehidupan mereka sehari-hari. Mereka hanya menumpukan perhatian terhadap “pertandingan” olahraga, khususnya sepak bola yang hanya dimainkan beberapa orang saja, sedangkan yang lainnya hanya menjadi penonton mereka.

Sesungguhnya bintang masyarakat, dan nama mereka yang paling cemerlang bukanlah ulama atau ilmuwan, bukan pemikir atau juru da'wah; akan tetapi mereka adalah apa yang kita sebut sekarang dengan para aktor dan aktris, pemain sepak bola, dan sebagainya.

Surat kabar dan majalah, televisi dan radio, hanya memperbincangkan kehidupan, tingkah laku, "kejayaan", petualangan, dan berita di sekitar mereka, walaupun tidak berharga. Sedangkan orang-orang selain mereka tidak pernah diliput, dan bahkan hampir dikesampingkan atau dilupakan.

Apabila ada seorang seniman yang meninggal dunia, seluruh dunia gempar karena kematiannya, dan semua surat kabar berbicara tentang kematiannya. Namun apabila ada seorang ulama, ilmuwan, atau seorang profesor yang meninggal dunia, seakan-akan tidak ada seorangpun yang membicarakannya.

Kalau dilihat dari segi material, perhatian mereka kepada dunia olahraga dan seni memakan biaya sangat tinggi; yaitu untuk membiayai publikasi, dan keamanan penguasa - yang mereka sebut sebagai biaya "keamanan negara"; dimana tidak ada seorang pun dapat menolak atau mengawasinya. Mengapa semua itu bisa terjadi?

Pada saat yang sama, lapangan dunia pendidikan, kesehatan, agama, dan perkhidmatan umum, sangat sedikit mendapat dukungan dana; dengan alasan tidak mampu atau untuk melakukan penghematan, terutama apabila ada sebagian orang yang meminta kepada mereka sumbangan untuk melakukan peningkatan sumber daya manusia dalam rangka menghadapi perkembangan zaman. Persoalannya adalah seperti yang dikatakan orang: "Penghematan di satu sisi, tetapi di sisi lain terjadi pemborosan"; sebagaimana yang pernah dikatakan Ibn al-Muqaffa, "Aku tidak melihat suatu pemborosan terjadi kecuali di sisi lain ada hak yang dirampas oleh orang yang melakukan pemborosan itu."

Referensi: Fiqh Aulawiyat, Dr. Yusuf Qaradhawi

0 komentar:

Posting Komentar